Kasus Pelanggaran Etika Bisnis
Kalau Carrefour Dituduh Monopoli Kenapa Cineplex 21 Tidak?
Sumber :: http://indocashregister.com/2009/06/29/kalo-carrefour-dituduh-monopoli-kenapa-cineplex-21-tidak/Tugas KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) sepertinya punya tugas berat untuk bisa berlaku adil dalam memberantas praktik monopoli yang merugikan konsumen tidak tebang pilih, beberapa saat lalu KPPU di minta oleh Kelompok Pengusaha taksi di Surabaya untuk meninjau ulang sistem transportasi kendaraan Taxi Airport yang dimonopoli oleh Taxi Prima di bandara Internasional Juanda Surabaya, karena taxi non airport dilarang mengambil penumpang. Dan yang dirugikan juga adalah konsumen karena tarif taxi yang tinggi dan tidak banyak pilihan. Hal ini berbeda seperti di Bandara Internasional Sukarno Hatta jakarta yang membebaskan semua taxi untuk mengambil penumpang dari bandara.
Praktek monopoli lainnya yang sampai saat ini masih berjalan adalah dalam tayangan layar lebar bioskop.
Setelah enam tahun lalu lolos, jaringan bioskop 21 Cineplex kembali dilaporkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas dugaan monopoli dan persaiangan usaha tidak sehat. KPPU saat ini mempertimbangkan untuk memanggil pihak terlapor.
“Soal laporan saya tidak bisa sebut pelapornya karena dilarang Undang-Undang, namun saya tidak membantah bahwa laporan itu ada. Terlapornya satu perusahaan bioskop, empat distributor film, dan enam produsen film,” ujar Direktur Komunikasi KPPU A Junaidi kemarin.
Tuduhan yang dialamatkan antara lain, dugaan pelanggaran pasal 25 ayat 1 butir (c) mengenai posisi dominan, pasal 19 butir (a), (c) dan (d) mengenai penguasaan pasar, pasal 17 ayat (1) tentang monopoli, pasal 18 ayat (1) tentang monopsoni, pasal 24 tentang persekongkolan, pasal 15 ayat 1 mengenai pernjanjian tertutup, pasal 26 mengenai jabatan rangkap dan pasal 27 mengenai kepemilikan saham.
Junaidi menyatakan, KPPU kemungkinan akan memanggil pihak 21 Cineplex sebagai bagian dari proses klarifikasi atas tuduhan yang dilaporkan pada 5 Juni 2009. Jaringan 21 Cineplex dianggap melakukan monopoli dan praktek persaingan usaha tidak sehat. “Tim akan mempertimbangkan seberapa penting pemanggilan itu,” ungkapnya.
Junaidi menjelaskan kasus dugaan ini sekarang masih dalam tahap klarifikasi untuk mengumpulkan data yang lengkap dan jelas. Periode klarifikasi 60 hari hingga 31 Agustus 2009. Jika itu terpenuhi maka akan berlanjut pada tahap pemberkasan namun jika tidak, hanya akan masuk dalam daftar laporan ke KPPU.
Berbeda dengan kasus dugaan sebelumnya, dalam laporan kali ini jumlah pasal yang di laporkan ke KPPU oleh para pelapor lebih banyak yaitu mencapai 8 pasal dalam UU No 5 tahun 1999 mengenai larangan praktek monopoli dan persaiangan usaha tidak sehat. “Ada beberapa dugaan pasal, lebih banyak dari putusan tahun 2003 lalu, tapi kami tidak terikat berapa banyak pasal, yang dituduhkan yang penting kelengkapan dan kejelasan data,” tambahnya.
Pada 2003, KPPU tidak menemukan bukti adanya pelanggaran terhadap distribusi dan penayangan film-film impor yang dilakukan oleh tiga terlapor yaitu PT. Camila Internusa Film (PT CIF) dan PT. Satrya Perkasa Esthetika Film (PT.SPEF) selaku importir dan distributor film serta PT. Nusantara Sejahtera Raya (PT.NSR) pemilik bioskop Cineplex 21. Kasus ini dilaporkan oleh sebuah LSM di Jakarta.
KPPU hanya menemukan PT NSR memiliki saham mayoritas di beberapa perusahaan yang bergerak dibidang perbioskopan yaitu PT. Intra Mandiri dan PT. Wedu Mitra di pasar yang sama yaitu di Surabaya. Bioskop-bioskop yang dimiliki oleh kedua perusahaan tersebut menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar. KPPU akhirnya meminta NSR mengurangi kepemilikan saham di kedua perusahan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar