Kecurangan yang dilakukan oleh para pedagang dalam menakar timbangannya

Kata manipulasi dalam (KBBI) berarti berbuat curang untuk memperkaya diri dengan jalan korupsi. Kedua kata timbangan yang berarti tolak ukur dalam keadaan yang sama / setimpal. Ketiga kata pedagang yang berarti menjual dan membeli, kadang sekaligus sebagai penjual dan pembeli.

Alasan saya mengangkat judul kecil ini, karena saya adalah salah satu korban perbuatan curang pedagang yang dilakukan di pasar dalam situasi jaul beli yang sah, saya katakan sah karena sesuai dengan rukun jual beli; ada yang menjual (pedagang) yang membeli [saya], serah terima, dan ada barangnya. Dan dalam hal ini saya dirugikan, karena setelah saya timbang hasil pembelian saya berupa buah LENGKENG 1 Kg dengan harga Rp. 5.000 dirumah, tidak sama dengan timbangan yang ada dipasar, saya timbang ulang ternyata buah 1 Kg tadi, tidak mencapai timbangan yang sesuai, karena ternyata hanya 600 gram.

Islam memang menghalalkan usaha perdagangan,perniagaan dan atau jual beli.Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara islam,dituntut menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan agar mendapat berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat.

Aturan main perdagangan Islam, menjelaskan berbagai etika yang harus dilakukan oleh para pedagang Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan dengan menggunakan dan mematuhi etika perdagangan Islam tersebut, suatu usaha perdagangan dan seorang Muslim akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah Allah SWT di dunia dan di akhirat. Etika perdagangan Islam menjamin, baik pedagang maupun pembeli, masing-masing akan saling mendapat keuntungan

Adapun etika perdagangan Islam tersebut antara lain:

1. Shidiq ( Jujur )

Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam melakukan usaha jual beli. Jujur dalam arti luas. Tidak berbohong, tidak menipu, tidak mengada-ngada fakta, tidak berkhianat, serta tidak pernah ingkar janji dan lain sebagainya. Mengapa harus jujur? Karena berbagai tindakan tidak jujur selain merupakan perbuatan yang jelas-jelas dosa, jika biasa dilakukan dalam berdagang-juga akan mewarnai dan berpengaruh negatif kepada kehidupan pribadi dan keluarga pedagang itu sendiri. Bahkan lebih jauh lagi, sikap dan tindakan yang seperti itu akan mewarnai dan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.

Dalam Al Qur’an,keharusan bersikap jujur dalam berdagang,berniaga dan jual-beli, sudah diterangkan dengan sangat jelas dan tegas yang antara lain kejujuran tersebut di beberapa ayat- dihubungkan dengan pelaksanaan timbangan, sebagaimana firman Allah SWT :”Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil’.(Q.S Al An’am(6):152)

Firman Allah SWT: “Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan,dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi ini dengan membuat kerusakan.” (Q.S AsySyu’araa(26):181-183); ”Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S Al-Israa(17):35); ”Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.”(Q.S Ar Rahmaan(55):9).

Di samping itu, tindakan penyimpangan dan atau kecurangan menimbang menakar dan mengukur dalam dunia perdagangan, merupakan suatu perbuatan yang sangat keji dan culas.

2. Amanah (Tanggung jawab)

Setiap pedagang harus bertanggung jawab atas usaha dan pekerjaan dan atau jabatan sebagai pedagang yang telah dipilihnya tersebut. Tanggung jawab di sini artinya, mau dan mampu menjaga amanah (kepercayaan) Dengan demikian, kewajiban dan tanggung jawab para pedagang antara lain:menyediakan barang dan atau jasa kebutuhan masyarakat dengan harga yang wajar, jumlah yang cukup serta kegunaan dan manfaat yang memadai. Dan oleh sebab itu, tindakan yang sangat dilarang oleh Islam sehubungan dengan adanya tugas, kewajiban dan tanggung jawab dan para pedagang tersebut adalah menimbun barang dagangan. Masyarakat yang memang secara otomatis terbeban di pundaknya.

3. Tidak Menipu

Dalam suatu hadist dinyatakan, seburuk-buruknya tempat adalah pasar. Hal ini lantaran pasar atau tempat di mana orang jual beli itu dianggap sebagai sebuah tempat yang di dalamnya penuh dengan penipuan, sumpah palsu, janji palsu, keserakahan, perselisihan dan keburukan tingkah polah manusia lainnya.

Rasulullah SAW selalu memperingati kepada para pedagang untuk tidak mengobral janji atau berpromosi secara berlebihan yang cenderung mengada-ngada, semata-mata agar barang dagangannya laris terjual, lantaran jika seorang pedagang berani bersumpah palsu, akibat yang akan menimpa dirinya hanyalah kerugian.

4. Menepati Janji

Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada para pembeli maupun diantara sesama pedagang. Janji yang harus ditepati oleh para pedagang kepada para pembeli misalnya : tepat waktu pengiriman menyerahkan barang yang kualitasnya, kwantitasnya, warna, ukuran dan atau spesifikasinya sesuai dengan perjanjian semula, memberi layanan purna jual, garansi dan lain sebagainya. Sedangkan janji yang harus ditepati kepada sesama para pedagang misalnya : pembayaran dengan jumlah dan waktu yang tepat.

5. Murah Hati

Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW menganjurkan agar para pedagang selalu bermurah hati dalam melaksanakan jual beli. Murah hati dalam pengertian : ramah tamah, sopan santun, murah senyum, suka mengalah, namun tetap penuh tanggung jawab.

Sabda Rasulullah SAW : “Allah berbelas kasih kepada orang yang murah hati ketika ia menjual, bila membeli dan atau ketika menuntut hak”. (HR. Bukhari); “Allah memberkahi penjualan yang mudah, pembelian yang mudah, pembayaran yang mudah dan penagihan yang mudah”. (HR. Aththahawi)

Dan dalam hal ini manipulasi timbangan adalah tindakan pencurian, juga penipuan yang kalau kita mengutip buku KPK yang berisi Pasal 362 KUHP adalah perbuatan yang melawan hukum mengambil barang sebagian atau seluruhnya milik orang lain dengan maksud memiliki. Barang/hak yang berhasil dimiliki bisa diartikan sebagai keuntungan pelaku. Dan mendapatkan hukuman. Di dalam Ketentuan umum mengenai perumusan pengertian pencurian terdapat dalam pasal tersebut.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar: